14 Oktober 2009

Hujan

Hujan
Senin pagi itu nyaris saja saya terlambat memasukkan kartu absensi ke clock-card tapi beruntung masih kurang 5 menit dan tidak sempat tercetak “merah”. Meski halaman parkir sudah ada beberapa mobil dan motor tapi di lantai 17 tempat saya bekerja masih terasa sepi karena hanya ada kira-kira sepertiga dari biasanya. Nampak dua buah payung basah terbuka untuk dikeringkan.
Usai meletakkan tas di meja kerja, seperti biasa saya ke dapur untuk menyeduh segelah coffee mix, “Pagi Gus” kataku menyapa seorang staff yang belum tiga bulan bergabung di perusahaan ini dan nampaik sudah sibuk di hadapan komputernya.
“Selemat pagi Pak, banjir ya Pak ?”
“Iya, hujan deras, banjir dan macet dimana-mana, ruamh kamu pasti dekat sini ya ? enak dong, tidak kena macet”.
“Tidak juga Pak, cukup jauh Pak, sekali naik bus dan dua kali naik angkot kira-kira satu setengah jam perjalanan kalau cuaca normal.”
“Oh bagitu ya, kok nggak terlambat masuk kantornya ?” “Iya Pak, kan udah ketauan kalau bulan-bulan musim hujan begini kebanyakan macet, apalagi ini hari senin, pasti lebih parah Pak” “Saya berangkat setengah jam lebih awal dari biasanya”
“Ooo.., saya pun manggut-manggut sambil mulai membuka laptop di meja saya.”
“Pagi Deve” tiba-tiba saja Jimmy menyapa seraya berjalan tergoopoh-gopoh dengan tissue, jam di dinding menunjukkan pukul 08.25.
“Wah.. Kacau.. kacau, benar-benar parah.. hujan deras banget, banjir dimana-mana, macetnya ampunnn... mana lainnya ? Ha.. ha.. pasti banyak yang telat juga kan ? Kamu kena telah juga kan ? kena macet juga kan ?” lanjut Jimmy sambil berjalan tergesa—gesa menuju ruang kerjanya.
Saya tersenyum kecil sambil membaca email yang mulai mengalir dan dalam hati bergumam : “Karena hujan, ada sebagian orang yang mempersiapkan diri agar tidak datang terlambat, sementara itu sebagian lainnya menyakini bahwa semua orang pasti datang terlambat demikian pula dirinya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar